TEKNOLOGI BUDIDAYA ORGANIK
TEKNOLOGI BUDIDAYA ORGANIK
Oleh : Dr. Ir. Ririen Prihandarini MS
Pendahuluan
Memasuki abad ke-21 banyak keluhan-keluhan masyarakat utamanya masyarakat menengah ke atas tentang berbagai penyakit seperti stroke, penyempitan pembuluh darah, pengapuran, & lain-lain, yg disebabkan pola makan. Banyak sekali bahan makanan yg diolah dgn berbagai tambahan bahan kimia. Disamping itu budaya petani yg menggunakan pestisida kimia dgn frekuensi & dosis berlebih akan menghasilkan pangan yg meracuni tubuh konsumen. Adanya logam-logam berat yg terkandung di dalam pestisida kimia akan masuk ke dalam aliran darah. Bahkan makan sayur yg dulu selalu dianggap menyehatkan, kini juga mesti diwaspadai karena sayuran banyak disemprot pestisida kimia berlebih.
Pada disaat ini satu dari empat orang Amerika mengkonsumsi produk organik. Di negara itu, laju pertumbuhan produk organik sangat luar biasa, yakni lebih dari 20 % setiap tahunnya dalam sepuluh tahun terakhir ini, & perihal tersebut membuat pertanian organik tumbuh sangat cepat dalam mengisi sektor ekonomi (Wood, Chaves & Comis, 2002). Dalam era globalisasi, pasar sayuran organik sangat terbuka & disaat ini Australia telah mengambil peluang ini dgn mengekspor sayuran organik ke pasar Amerika, beberapa negara Eropa seperti Inggris, Jerman & Perancis, Jepang, juga ke beberapa negara Asia Tenggara seperti Malaysia & Singpura (McCoy, 2001). Keadaan ini juga dicermti negara Asia seperti Thailand yg sejak tahun 1995 telah mengeluarkan standarisasi & sertifikasi tentang produk organik (ACT, 2001).
Peluang Indonesia menjadi produsen pangan organik dunia, cukup besar. Disamping memiliki 20% lahan pertanian tropic, plasma nutfah yg sangat beragam, ketersediaan bahan organik juga cukup banyak. Namun menurut IFOAM (International Federation of Organic Agricultural Movement) Indonesia baru memanfaatkan 40.000 ha (0.09%) lahan pertaniannya buat pertanian organik, sehingga masih diperlukan berbagai program yg saling sinergis buat menghantarkan Indonesia sebagai salah satu negara produsen organik terkemuka
Indonesia yg beriklim tropis, merupakan modal SDA yg luar biasa dimana aneka sayuran, buah & tanaman pangan hingga aneka bunga dapat dibudidayakan sepanjang tahun. Survey BPS (2000) menunjukkan produksi sayuran di Indonesia, diantaranya bawang merah, kubis, sawi, wortel & kentang berturut-turut 772.818, 1.336.410, 484.615, 326.693 & 977.349 ton pada total area seluas 291.192 Ha. Selanjutnya survey yg dilakukan oleh Direktorat Tanaman Sayuran, Hias & Aneka Tanaman menunjukkan bahwa kebutuhan berbagai sayuran di 8 pasar swalayan di Jakarta sekitar 766 ton per bulan, dimana sekitar 5 % adalah sayuran impor (Rizky, 2002).
Sistem Pertanian Organik
Sejak tahun 1990, isu pertanian organik mulai berhembus keras di dunia. Sejak disaat itu mulai bermunculan berbagai organisasi & perusahaan yg memproduksi produk organik. Di Indonesia dideklarasikan Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (MAPORINA) pada tgl 1 Februari 2000 di Malang. Di Indonesia telah beredar produk pertanian organik dari produksi lokal seperti beras organik, kopi organik, teh organik & beberapa produk lainnya. Demikian juga ada produk sayuran bebas pestisida seperti yg diproduksi oleh Kebun Percobaan Cangar FP Unibraw Malang. Walaupun demikian, produk organik yg beredar di pasar Indonesia sangat terbatas baik jumlah maupun ragamnya.
Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yg menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik buat pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida. Dilarangnya penggunaan bahan kimia sintetik dalam pertanian organik merupakan salah satu kendala yg cukup berat bagi petani, selain mengubah budaya yg sudah berkembang 35 tahun terakhir ini pertanian organik membuat produksi menurun jika perlakuannya kurang tepat.
Di sisi lain, petani telah terbiasa mengandalkan pupuk anorganik (Urea, TSP, KCl dll) & pestisida sintetik sebagai budaya bertani sejak 35 tahun terakhir ini. Apalagi penggunaan pestisida, fungisida pada petani sudah merupakan perihal yg sangat akrab dgn petani kita. Itulah yg digunakan buat mengendalikan serangan sekitar 10.000 spesies serangga yg berpotensi sebagai hama tanaman & sekitar 14.000 spesies jamur yg berpotensi sebagai penyebab penyakit dari berbagai tanaman budidaya.
Alasan petani memilih pestisida sintetik buat mengendaliakan OPT di lahannya a.l. karena aplikasinya mudah, efektif dalam mengendalikan OPT, & banyak tersedia di pasar. Bahkan selama enam dekade ini, pestisida telah dianggap sebagai penyelamat produksi tanaman selain kemajuan dalam bidang pemuliaan tanaman. Pestisida yg beredar di pasaran Indonesia umumnya adalah pestisida sintetik.
Sistem Pertanian Organik adalah sistem produksi holistic & terpadu, mengoptimalkan kesehatan & produktivitas agro ekosistem secara alami beserta mampu menghasilkan pangan & serat yg cukup, berkualitas & berkelanjutan (Deptan 2002).
Sebenarnya, petani kita di masa lampau sudah menerapkan sistem pertanian organik dgn cara melakukan daur ulang limbah organik sisa hasil panen sebagai pupuk. Namun dgn diterapkannya kebijakan sistem pertanian kimiawa yg berkembang pesat sejak dicanangkannya kebijakan sistem pertanian kimiawi yg berkembang yg berkembang pesat sejak dicanangkannya Gerakan Revolusi Hijau pada tahu 1970-an, yg lebih mengutamakan penggunaan pestisida & pupuk kimiawi, walaupun buat sementara waktu dapat meningkatkan produksi pertanian, pada kenyataannya dalam jangka panjang menyebabkan kerusakan pada sifat fisik, kimia, & biologi tanah, yg akhirnya bermuara kepada semakin luasnya lahan kritis & marginal di Indonesia.
Sistem pertanian organik sebenarnya sudah sejak lama diterap kan di beberapa negara seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan & Amerika Serikat (Koshino, 1993). Pengembangan pertanian organik di beberapa negara tersebut mengalami kemajuan yg pesat disebabkan oleh kenyataan bahwa hasil pertanian terutama sayur & buah segar yg ditanam dgn pertanian sistem organik (organic farming system) mempunyai rasa, warna, aroma & tekstur yg lebih baik daripada yg menggunakan pertanian anorganik (Park 1993 dalam Prihandarini, 1997).
Selama ini limbah organik yg berupa sisa tanaman (jerami, tebon, & sisa hasil panen lainnya) tidak dikembalikan lagi ke lahan tapi dianjurkan buat dibakar (agar praktis) sehingga terjadi pemangkasan siklus hara dalam ekosistem pertanian. Bahan sisa hasil panen ataupun limbah organik lainnya mesti dimanfaatkan atau dikembalikan lagi ke lahan pertanian agar lahan pertanian kita dapat lestari berproduksi sehingga sistem pertanian berkelanjutan dapat terwujud.
Teknik Budidaya Organik
Teknik Budidaya merupakan bagian dari kegiatan agribisnis mesti berorientasi pada permintaan pasar. Paradigma agribisnis : bukan Bagaimana memasarkan produk yg dihasilkan, tapi Bagaimana menghasilkan produk yg dapat dipasarkan. Terkait dgn itu, teknik budidaya mesti mempunyai daya saing & teknologi yg unggul. Usaha budidaya organik tidak bisa dikelola asal-asalan, tapi mesti secara profesional. Ini berarti pengelola usaha ini mesti mengenal betul apa yg dikerjakannya, mampu membaca situasi & kondisi beserta inovatif & kreatif. Berkaitan dgn pasar (market), tentunya usaha agribisnis mesti dilakukan dgn perencanaan yg baik & berlanjut, agar produk yg telah dikenal pasar dapat menguasai & mengatur pedagang perantara bahkan konsumen & bukan sebaliknya.
Teknik budidaya organik merupakan teknik budidaya yg aman, lestari & mensejahterakan petani & konsumen. Berbagai sayuran khususnya buat dataran tinggi, yg sudah biasa dibudidayakan dgn sistem pertanian organik, diantaranya : Kubis (Brassica oleraceae var. capitata L.), Brokoli (Brassica oleraceae var. italica Plenk.), Bunga kol (Brassica oleraceae var. brotritys.), Andewi (Chicorium endive), Lettuce (Lactuca sativa), Kentang (Solanum tuberosum L.), Wortel. (Daucus carota).
Sayuran ini, mengandung vitamin & serat yg cukup tinggi disamping juga mengandung antioksi& yg dipercaya dapat menghambat sel kanker. Semua jenis tanaman ini ditanam secara terus menerus setiap minggu, namun ada juga beberapa jenis tanaman seperti kacang merah (Vigna sp.), kacang babi (Ficia faba), Sawi (Brassica sp) yg ditanam pada disaat tertentu saja sekaligus dimanfaatkan sebagai pupuk hijau & pengalih hama. Ada juga tanaman lain yg ditanam buat tanaman reppelent (penolak) karena aromanya misalnya Adas.
Dalam upaya penyediaan media tanam yg subur, penggunaan pupuk kimia juga dikurangi secara perlahan. Buat memperkaya hara tanah, setiap penanaman brokoli selalu diberi pupuk kandang ayam dgn dosis 20 ton/ha. Lahan bekas tanaman brokoli selanjutmya dirotasi dgn tanaman wortel yg dalam penanamannya tidak perlu lagi diberi pupuk kandang. Nantinya setelah tanaman wortel dipanen atau 100 hari kemudian, lahan tersebut dapat ditanami brokoli kembali.
Pupuk Organik
Peningkatan mutu intensifikasi selama tiga dasawarsa terakhir, telah melahirkan petani yg mempunyai ketergantungan pada pupuk yg menyebabkan terjadinya kejenuhan produksi pada daerah-daerah intensifikasi padi. Keadaan ini selain menimbulkan pemborosan juga menimbulkan berbagai dampak negatif khususnya pencemaran lingkungan. Oleh karena itu perlu upaya perbaikan agar penggunaan pupuk dapat dilakukan seefisien mungkin & ramah lingkungan.
Adanya kejenuhan produksi akibat penggunaan pupuk yg melebihi dosis, selain menimbulkan pemborosan juga akan menimbulkan berbagai dampak negatif terutama pencemaran air tanah & lingkungan, khususnya yg menyangkut unsur pupuk yg mudah larut seperti nitrogen (N) & kalium (K).
Selain itu, pemberian nitrogen berlebih disamping menurunkan efisiensi pupuk lainnya, juga dapat memberikan dampak negatif, diantaranya meningkatkan gangguan hama & penyakit akibat nutrisi yg tidak seimbang. Oleh karena itu, perlu upaya perbaikan guna mengatasi masalah tersebut, sehingga kaidah penggunaan sumber daya secara efisien & aman lingkungan dapat diterapkan.
Efisiensi penggunaan pupuk disaat ini sudah menjadi suatu keharusan, karena industri pupuk kimia yg berjumlah enam buah telah beroperasi pada kapasitas penuh, sedangkan rencana perluasan sejak tahun 1994 hingga disaat ini belum terlaksana. Di sisi lain, permintaan pupuk kimia dalam negeri dari tahun ke tahun terus meningkat, diperkirakan beberapa tahun mendatang Indonesia terpaksa makin banyak mengimpor pupuk kimia. Upaya peningkatan efisiensi telah mendapat dukungan kuat dari kelompok peneliti bioteknologi berkat keberhasilannya menemukan pupuk organik yg dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia. Pengembangan industri pupuk organik mempunyai prospek yg cerah & menawarkan beberapa keuntungan, baik bagi produsen, konsumen, maupun bagi perekonomian nasional.
Upaya pembangunan pertanian yg terencana & terarah yg dimulai sejak Pelita pertama tahun 1969, telah berhasil mengeluarkan Indonesia dari pengimpor beras terbesar dunia menjadi negara yg mampu berswasembada beras pada tahun 1984. Namun di balik keberhasilan tersebut, akhir-akhir ini muncul gejala yg mengisyaratkan ketidakefisienan dalam penggunaan sumber daya pupuk. Keadaan ini sangat memberatkan petani, lebih-lebih dgn adanya kebijakan penghapusan subsidi pupuk & penyesuaian harga jual gabah yg tidak berimbang.
Beberapa penelitian yg menyangkut efisiensi penggunaan pupuk, khususnya yg dilakukan oleh kelompok peneliti bioteknologi pada beberapa tahun terakhir, sangat mendukung upaya penghematan penggunaan pupuk kimia. Upaya tersebut dilakukan melalui pendekatan peningkatan daya dukung tanah dan/atau peningkatan efisiensi produk pupuk dgn menggunakan mikroorganisme. Penggunaan mikroorganisme pada pembuatan pupuk organik, selain meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, juga akan mengurangi dampak pencemaran air tanah & lingkungan yg timbul akibat pemakaian pupuk kimia berlebihan.
Industri pupuk organik disaat ini mulai tumbuh & berkembang, beberapa perusahaan yg bergerak dibidang pupuk organik cukup banyak bermunculan, antara lain seperti ; PT Trimitra Buanawahana Perkasa yg bekerjasama dgn PT Trihantoro Utama bersama Pemda DKI Jakarta & Pemkot Bekasi yg disaat ini akan mengolah sampah kota DKI Jakarta, PT Multi Kapital Sejati Mandiri yg bekerjasama dgn Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) & Pemda Kabupaten Brebes Jawa Tengah yg mengolah sampah kota & limbah perdesaan. PT PUSRI selain memproduksi pupuk kimia, disaat ini bersama PT Trihantoro Utama & Dinas Kebersihan Pemda DKI Jakarta juga memproduksi pupuk organik. Sampah & limbah organik diolah dgn menggunakan teknologi modern dgn penambahan nutrien tertentu sehingga menghasilkan pupuk organik yg berkualitas.
Penggunaan pupuk organik bermanfaat buat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia, sehingga dosis pupuk & dampak pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia dapat secara nyata dikurangi. Kemampuan pupuk organik buat menurunkan dosis penggunaan pupuk konvensional sekaligus mengurangi biaya pemupukan telah dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian, baik buat tanaman pangan (kedelai, padi, jagung, & kentang) maupun tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet, kakao, teh, & tebu) yg diketahui selama ini sebagai pengguna utama pupuk konvensional (pupuk kimia). Lebih lanjut, kemampuannya buat mengurangi dampak pencemaran lingkungan terbukti sejalan dgn kemampuannya menurunkan dosis penggunaan pupuk kimia.
Beberapa hasil penelitian di daerah Pati, Lampung, Magetan, Banyumas, organik terbukti dapat menekan kebutuhan pupuk urea hingga 100 persen, TSP/SP36 hingga 50 persen, kapur pertanian hingga 50 persen. Biaya yg dihemat mencapai Rp. 50.000/ha, sedangkan produksi kedelai meningkat antara 2,45 hingga 57,48 persen. Keuntungan yg diperoleh petani kedelai naik rata-rata p. 292.000/ha, terdiri dari penghematan biaya pemupukan sebesar Rp. 50.000/ha, & kenaikan produksi senilai Rp. 242.000/ha (Saraswati et al., 1998).
Aplikasi pupuk organik yg dikombinasikan dgn separuh takaran dosis standar pupuk kimia (anorganik) dapat menghemat biaya pemupukan. Pengujian lapang terhadap tanaman pangan (kentang, jagung, & padi) juga menunjukkan hasil yg menggembirakan, karena selain dapat menghemat biaya pupuk, juga dapat meningkatkan produksi khususnya buat dosis 75 persen pupuk kimia (anorganik) ditambah 25 persen pupuk organik (Goenadi et. al., 1998). Pada kombinasi 75 persen pupuk kimia (anorganik) ditambah 25 persen pupuk organik tersebut biaya pemupukan dapat dihemat sebesar 20,73 persen buat tanaman kentang ; 23,01 persen buat jagung ; & 17,56 persen buat padi. Produksi meningkat masing-masing 6,94 persen buat kentang, 10,98 persen buat jagung, & 25,10 persen buat padi. Penggunaan pupuk organik hingga 25 persen akan mengurangi biaya produksi sebesar 17 hingga 25 persen dari total biaya produksi.
Dgn adanya diversifikasi produk dari pupuk organik ini maka prospek pengembangan industri pupuk organik ke depan akan semakin menguntungkan sehingga lahan pekerjaan baru akan semakin luas.
Pengendalian Hama & Penyakit yg Organik
Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yg menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik buat pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida. Dilarangnya penggunaan bahan kimia sintetik dalam pertanian organik merupakan salah satu penyebab rendahnya produksi.
Di sisi lain, petani telah terbiasa mengandalkan pestisida sintetik sebagai satu-satunya cara pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) khususnya hama & penyakit tumbuhan. Seperti diketahui, terdapat sekitar 10.000 spesies serangga yg berpotensi sebagai hama tanaman & sekitar 14.000 spesies jamur yg berpotensi sebagai penyebab penyakit dari berbagai tanaman budidaya. Alasan petani memilih pestisida sintetik buat mengendaliakan OPT di lahannya a.l. karena aplikasinya mudah, efektif dalam mengendalikan OPT, & banyak tersedia di pasar.
Cara-cara lain dalam pengendalian OPT selain pestisida sintetik, pestisida biologi & pestisida botani antara lain yaitu cara pengendalian menggunakan musuh alami, penggunaan varietas resisten, cara fisik & mekanis, & cara kultur teknis.
Pestisida dapat berasal dari bahan alami & dapat dari bahan buatan. Di samping itu, pestisida dapat merupakan bahan organik maupun anorganik.
Secara umum disebutkan bahwa pertanian organik adalah suatu sistem produksi pertanian yg menghindarkan atau menolak penggunaan pupuk sintetis pestisida sintetis, & senyawa tumbuh sintetis.
OPM versus IPM
Ada istilah yg juga penting buat diketahui yaitu Organik Pest Management (OPM), yaitu pengelolaan hama & penyakit menggunakan cara-cara organik. Selama ini telah lama dikenal istilah Pengendalian Hama Terpadu atau Integrated Pest Management (IPM). Persamaan diantara keduanya adalah bagaimana menurunkan populasi hama & patogen pada tingkat yg tidak merugikan dgn memperhatikan masalah lingkungan & keuntungan ekonomi bagi petani. Walaupun demikian, ada perbedaan-nya yaitu bahwa pestisida sintetik masih dimungkinkan buat digunakan dalam PHT, walaupun penggunaannya menjadi ‘bila perlu’.
‘Bila perlu’ berarti bahwa aplikasi pestisida boleh dilakukan bila cara-cara pengendalian lainnya sudah tidak dapat mengatasi OPT padaperihal OPT tersebut diputuskan mesti dikendalikan karena telah sampai pada ambang merugikan.
Bila dalam PHT masih digunakan pestisida sintetik, maka PHT tidak dapat dimasukkan sebagai bagian dalam pertanian organik. Akan tetapi, bila pestisida sintetik dapat diganti dgn pestisida alami, yg kemudian disebut sebagai pestisida organik, atau cara pengendalian lain non-pestisida maka PHT dapat diterapkan dalam pertanian organik.
Cara-Cara Pengendalian Non-Pestisida yg Aman Lingkungan
Banyak cara pengendalian OPT selain penggunaan pestisida yg dapat digunakan dalam pertanian organik. Salah satunya yaitu dgn menghindarkan adanya OPT disaat tanaman sedang dalam masa rentan. Cara menghindari OPT dapat dilakukan dgn mengatur waktu tanam, pergiliran tanaman, mengatur jarak tanam ataupun dgn cara menanam tanaman secara intercropping.
Selain itu, penggunaan varietas tahan merupakan suatu pilihan yg sangat praktis & ekonomis dalam mengendalikan OPT. Walaupun demikian, penggunaan varietas yg sama dalam waktu yg berulang-ulang dgn cara penanaman yg monokultur dalam areal yg relatif luas akan mendorong terjadinya ras atau biotipe baru dari OPT tersebut.
Cara fisik & mekanis dalam pengendalian OPT dapat dilakukan dgn berbagai upaya, antara lain dgn sanitasi atau membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman sakit atau hama. Selain itu, hama dapat diambil atau dikumpulkan dgn tangan. Hama juga dapat diperangkap dgn senyawa kimia yg disebut sebagai feromon, atau menggunakan lampu pada malam hari. Hama juga dapat diusir atau diperangkap dgn bau-bauan lain seperti bau bangkai, bau karet yg dibakar & sebagai-nya. Penggunaan mulsa plastik & penjemuran tanah setelah diolah dapat menurunkan serangan penyakit tular tanah. Hama dapat pula dikendalikan dgn cara hanya menyemprotkan air dgn tekanan tertentu atau dikumpulkan dgn menggunakan penyedot mekanis.
Pengendalian dgn cara biologi merupakan harapan besar buat pengendalian OPT dalam pertanian organik. Cara ini antara lain menyang-kut penggunaan tanaman perangkap, penggunaan tanaman penolak (tanaman yg tidak disukai), penggunaan mulsa alami, penggunaan kompos yg memungkinkan berkembangnya musuh alami dalam tanah, & penggunaan mikroba sebagai agen pengendali.
| M-BIO merupakan kultur campuran mikroba yg menguntungkan dgn paten CMF-21 diantaranya ; Bakteri Pelarut Fosfat, Lactobacillus sp, Yeast, & Azospirillum sp. Hanya memerlukan waktu sampai 7 (tujuh) hari maka bahan-bahan organik dapat difermentasikan secara sempurna sehingga menjadi PORASI (Pupuk Organik Cara Fermentasi) yg berkualitas. |
|
| 1. Mempercepat dekomposisi bahan-bahan organik secara fermentasi. 2. Melarutkan P yg tidak tersedia menjadi bentuk P yg tersedia bagi tanaman. 3. Mengikat Nitrogren udara 4. Menghasilkan berbagai enzim & hormon sebagai senyawa bioaktif buat pertumbuhan tanaman. 5. Menurunkan kadar BOD & COD perairan 6. Menekan bau busuk.
|
|
| ~ Petani pemakai & produsen pupuk organik ~ Pemasok pupuk organik ~ Pengusaha tanaman, peternakan & tambak ~ Pengolah limbah organik & TPA sampah kota.
|
|
|
|
| 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.. | N P K S Mo Fe Mn B | = 0,5 % = 0,1 ppm = 14,6 ppm = 1,9 ppm = 0,2 ppm = 23,6 ppm = 0,5 ppm = 0,1 ppm
|
| a. Buat Membuat Porasi Dosis M-BIO : 1 Liter buat 1 ton bahan organik |
| |
| Cara Membuat Porasi Larutkan 5 ml (1 sendok makan) M-BIO & 5 gram gula dalam setiap 1 liter air. Siramkan ke dalam bahan-bahan organik yg masih segar (jerami, hijauan, kotoran ternak, dll) yg telah disiapkan atau dipotong-potong sampai merata dgn kelembaban 50% (adonan jika dikepal air tidak keluar & jika dibuka kepalannya adonan mekar). Tutup dgn karung Goni atau bahan lain lalu biarkan. Untuk mempertahankan suhu, maka setiap 4 - 8 jam sekali adonan dibolak-balik selama 4 - 7 hari sehingga adonan tidak panas & tidak bau. Jika masih bau tambahkan kembali larutan M-BIO dgn perlakuan seperti di atas. |
| b. | Buat Kestabilan Pertumbuhan Tanaman Lakukan Penyemprotan (penyiraman) dgn konsentrasi 1 ml M-BIO per 1 liter air setiap minggu |
|
| c. | Buat Ternak Buat Menjaga kesehatan ternak, diminumkan 1 ml M-BIO per 5 - 10 liter air setiap hari. Sedangkan buat menekan bau kandang semprotkan 5 ml M-BIO per 1 liter air. |
|
| d. | Buat Tambak / Ikan Buat Sanitasi kolam & pertumbuhan plankton berikan M-BIO sebanyak 5 - 10 ml per 1 liter air atau dgn dosis 5 - 10 liter / ha. |
|
| e. | Penyimpanan Simpan ditempat yg kering dgn suhu kamar |
|
we hope TEKNOLOGI BUDIDAYA ORGANIK are solution for your problem.