ANALISIS WACANA MONOLOG KOLOM “TAJUK RENCANA” PADA KORAN KOMPAS EDISI MARET 2006 SEBAGAI RENCANA BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMPN 1 CILEGON
ANALISIS WACANA MONOLOG KOLOM “TAJUK RENCANA” PADA KORAN KOMPAS EDISI MARET 2006 SEBAGAI RENCANA BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMPN 1 CILEGON
Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi yg digunakan manusia berinteraksi dgn orang lain. Dgn menguasai berbagai bahasa, maka manusia bisa membuka jendela dunia & memperoleh pengalaman yg sebelumnya mungkin tak terpikir bahkan membayangkannya.
Pernyataan yg penulis ungkapkan diperkuat oleh Fatimah (1994 : 15) bahwa semua unsur komunikasi berhubungan dgn fungsi bahas.
Peningkatan penggunaan bahasa pada sesorang, dari proses berpikir yg terbentuk sejak anak-anak akan berubah sesuai dgn proses pendewasaan. Proses pendewasaan sesorang bisa dilihat dari kreativitas dalam menggunakan bahasa. Oleh penyebab itu, cara & kreatif. Misalnya jika sesorang diteriakan, jangan!, maka dgn spontan dia akan menghentikan tangannya buat mengambil sesuatu. Dgn menghentikan tangannya, dia akan melakukan aktivitas berpikir, akan tapi yg dipikirkan bukanlah makna jangan, melainkan mengapa saya dilarang.
Pernyataan yg penulis ungkapkan diperkuat oleh Aminudin dkk ( 2002 : 16 ) menyatakan bahwa, terdapatnya kreativitas penggunaan bahasa pada sisi lain dapat menunjukan bahwa lewat bahasa sesorang bisa keluar dari proses berpikir rutin yg terbentuk sejak anak –anak maupun akibat aktivitas sehari-hari.
Bahasa memiliki peranan yg sangat penting guna menuangkan ide pokok pikiranya, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Ketika sesorang mengemukakan gagasan, yg perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan melainkan juga mesti ada pemahaman. Dgn adanya pemahaman, maksud & tujuanpun akan tersampaikan secara jelas.
Jika sesorang sudah mampu menguasi keterampilan berbahasa dgn baik, akan mudah baginya buat mengembangkan bakat yg dimilikinya. Salah satunya mampu menulis berita, berita yg dihasilkan akan dituangkan dalam bentuk wacana. Pada wacana yg dihasilkan, penulis perlu memperhatikan penggunaan kohesi & koherensinya. Buat mengatahui kohesi & koherensi suatu wacana maka peneliti memiliki keinginan buat melakukan penganalisan, beserta kohesi & koherensi seperti apa yg digunakan pada wacana tersebut.
Bleyer dalam Romli ( 2005 : 35) mengungkapkan bahwa berita adalah sesuatu yg terkini (baru) yg dipilih oleh wartawan buat dimuat dalam surat kabar sehingga dapat menarik atau mempunyai makna & dapat menarik minat bagi pembaca.
Dari pendapat di atas, dapat memperkuat pernyataan peneliti bahwa berita pada media massa mempunyai kemampuan memberikan informasi tentang suatu perihal yg menarik & bermanfaat bagi pembacanya. Surat kabar ditentukan buat menyajikan hal-perihal baru yg bisa memikat para pembacanya. Dgn demikian media massa dapat diketahui juga buat seorang penulis berita, ia mesti mengatahui rumus 5 w + I H. yaitu What, Who, Why, Where, When, & How.
Pada disaat sesorang membaca surat kabar, pertama kali yg ia baca adalah isi berita tersebut. Setelah selesai dibaca, kemudian koran akan dilipat & dimasukan ke dalam tas bahkan dibiarkan begitu saja. Jarang sekali seorang pembaca meneliti kebahasaannya padahal, belum tentu setiap wacana tidak terdapat kesalahan. Misalnya saja kesalahan penulisan atau penggunaan EYD, tidak terdapatnya kekohesian pada wacananya, & lain sebagainya. Ketika peneliti membaca koran kompas “Tajukrencana”, peneliti tidak menemukan kekohesian penggunaan pronomina bentuk penanya. Adapun wacananya adalah sebagai berikut :
Pemasangan Kebebasaan Pers. Filipina
Sekalipun tidak ada media massa yg ditutup, penjagaan aparat kepolisian atas kantor sebuah surat kabar di Manila, Ibu Kota Negara, dikhawatirkan akan memberi efek ketakutan kepada wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
Surat kabar itu dinilai ikut mengipas-ngipas ketegangan, & wartawannya dinilai tidak mampu menahan diri di tengah kondisi darurat. Kasus penjagaan itu merupakan komplikasi atas dekrit keadaan darurat yg dikeluarkan Presiden Arroyo tanggal 24 Februari lalu.
Padahal, semula dekrit dimasukan buat mencegah memburuknya situasi keamanan setelah terbongkarnya komplotan militer yg ingin melancarkan kudeta. Dalam perkembangannya. Pemerintah upaya tergantung atas liputan media massa yg mengancam keras dekrit kea& darurat karena membatasi keadaan sipil & membahayakan kehidupan demokrasi.
Ekspresi sikap kritis media massa itu sebenarnya sebagai bagian dari pelaksanan fungsi kontrolnya. Tentu saja dalam keleluasaan menjalankan fungsi kontrolnya, media massa tidak boleh kehilangan sikap mawas diri, bekerja di media massa bukanlah pekerjan mudah, tidak asal-asalan.
Perlu upaya terus-menerus pula buat melakukan perbaikan mutu seperti berlangsung dalam berbagai aspek kehidupan lainnya. Jelaslah, media massa perlu diperbaiki, bukan dimatikan.
Di tengah berbagai kekurangan, kelemahan, & keterbatasannya, media masssa bagaimanapun mempunyai peran tidak kecil dalam mengembangkan fungsi menyebarkan informasi & edukasi bagi kemajuan masyarakat.
Tidak jarang dalam menjalankan peran strategisnya itu, media massa sering mendapat tantangan berat, termasuk dari penguasa. Godaan kekuasaan buat melakukan sensor & membatasi kebebasan pers. Masih menggejala di mana-mana.
Namun, oleh perkembangan zaman, kelihatannya efektivitas sensor cenderung merosot, sekurang-kurangnnya seperti dialami pemerintah China. Di tengah tuntutan transparansi, lebih-lebih lagi oleh kehadiran multimedia konvensional seperti surat kabar, radio, & televisi, tapi tidak dgn layanan pesan singkat (sms) internet, & telepon seluler. Dampak revolusi teknologi informasi yg menghadirkan multimedia memang luar biasa.
Tidak adanya kekohesian penggunaan pronomina bentuk pertanyaan, tidak menutup kemungkinan bahwa penggunaan kohesi bentuk kata ganti diri, penghubung, tak tentu, kepemilikan, & petunjuk tidak terdapat pada koran ini. Selain itu, apakah wacana pada koran kompas sudah memenuhi kriteria kebahasaan?. Apakah wacana tersebut dapat diterapkan dalam proses belajar di kelas?. setelah diterapkan dalam proses pembelajaran, apakah wacana pada koran kompas tersebut dapat merubah perilaku berbahasa pada setiap individu di kelas?.
Buat menjawab kegelisahaan yg dipaparkan penulis, maka dibutuhkan penganalisisan wacana pada koran itu guna mendapatkan jawaban yg akurat. Maka dari itu, penulis membuat judul “ Analisis Wacana Monologi kolom” Tajuk Rencana” Pada Koran Kompas Edisi Maret 2006 Sebagai Rencana Bahan Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMP N I Cilegon”.
Kajian Relevansi
Buat menghindari terjadinya kesalahan, seorang peneliti mesti mengkaji Skripsi sebelumnya yg sama dgn kajian yg penulis teliti. Sugiono (2005 : 1) mengatakan bahwa adalah cara ilmiah buat mendapatkan data dgn tujuan & kegunaan tertentu. Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa cara ilmiah yg gunakan oleh seorang peneliti bukanlah cara yg dilakukan dgn rekayasa atau kebohongan buat memperoleh data. Data yg didapatkan digunakan buat memahami & memperjelas masalah, memperkecil bahkan dapat memecahkan masalah, beserta melakukan antisipasi guna mencegah timbulnya masalah. Oleh karena itu, penulis mencoba semaksimal mungkin buat memahami, memecahkan, & mengantisipasi masalah yg ada dalam proses belajar mengejar khususnya pelajaran bahasa Indonesia yg menyangkut tentang wacana.
Teks wacana yg diberikan seorang Guru kepada siswanya diambil dari media massa, tujuanya buat memfariasikan pembelajaran. Lubis (1991 : 21) mengatakan bahwa wacana yaitu kesatuan dari beberapa kalimat yg satu dgn yg lain terkait dgn erat. Pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa wacana merupakan satu kesatuan dari beberapa kalimat.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa wacana adalah unit bahasa yg paling lengkap. Rangkaian kalimat pertamanya mempengaruhi kalimat kedua, kalimat kedua mempengaruhi kalimat ketiga, kalimat ketiga mempengaruhi kalimat keempat & seterusnya.
Berkaitan dgn perihal tersebut, ada beberapa orang yg melakukan penelitian yg sejenis dgn proposal yg penulis ajukan yaitu penelitian tentang wacana. Adapun judul penelitian yg telah dilakukan diantaranya:
Penelitian yg dilakukan oleh Rasyidi dgn Judul “Analisis Wacana Dalam Rubrik Editorial Media Indonesia Edisi April Sampai Dgn Mei 2005”. Dapat dinyatakan bahwa wacana tulisan yg di analisis dgn melihat kekohesian unsur yg membentuknya. Dapat disimpulkan sebagai berikut : 5 kohesi gramatikal yg mencakup, Frasa nominal & Klausa, 6 unsur kohesi leksikal yg meliputi repetisi secara penuh, penggantian bentuk & repetisi. Kata ganti dari hasil analisis.Wacana tersebut dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran wacana di Sekolah.
Penelitian yg dilakukan oleh Nida Ul Husna dgn judul “Analisis Kesalahan Morfologi dalam wacana publik Radar Banten Edisi Juni 2005 & model pembelajaran di kelas I SMA”. Menyimpulkan bahwa kesalahan morfologi pada wacana tersebut sebanyak 35 kesalahan. Adapun kesalahan tersebut berupa : (1) penulisan afiksasi sebanyak 18 kesalahan, (2) pemilihan afiks sebanyak 7 kesalahan, (3) penggunaan kata ulang sebanyak 2 kesalahan, (4) penulisan kata majemuk sebanyak 8 kesalahan. Berdasarkan hasil analisis yg telah dilakukan oleh peneliti tersebut, dapat disusun model rencana pembelajaran bahasa (aspek morfologi) di kelas 1 SMA.
Penelitian yg dilakukan oleh Susi Agustina dgn Judul “Analisis Wacana Monolog Kolom Hikmah Pada Harian Umum Republika Sebagai Masukan Bagi Pengajaran Menulis Di SMA” Menyimpulkan bahwa wacana monolog pada kolom hikmah merupakan karangan ringan, enak dibahas, & mudah dibaca. Koherensi terhadap wacana monolog adalah hubungan timbal balik yg baik & jelas antara unsur (kata / kelompok kata) yg membentuk kalimat itu.
Dari penelitian yg telah dipaparkan, ketiga peneliti tersebut semuanya membahas & menganalisis wacana. Satu di antaranya menganalisis kesalahan morfologi, sedangkan dua di antaranya membahas tentang kohesi & koherensi secara makro. Akan tetapi, kedua penulis yg membahas kohesi & koherensi secara makro tidak dibahas secara keseluruhan melainkan hanya beberapa paragraf saja yg menjadi fokus penelitian. Jika penelitian itu dilakukan secara makro, maka kohesi & koherensi mesti dibahas keseluruhan isi wacananya sehingga tidak menghasilkan penelitian yg mikro.
Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, maka buat memudahkan seorang peneliti dalam penelitiannya kiranya penulis perlu membatasi ruang lingkup permasalahan. Adapun ruang lingkup yg akan dibatasi yaitu perihal yg menyangkut tentang penelitian “Wacana Monolog” bentuk tertulis yg terdapat pada “Koran Kompas”. Peneliti memfokuskan penelitian berupa kohesi & akan membatasi “Kekohesian” pada penggunaan “Pronomina”.
Pertanyaan Penelitian
Dari fokus penelitian di atas, muncul beberapa pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
Apa sajakah kohesi penggunaan pronomina yg terdapat dalam kolom “Tajuk Rencana” pada Koran Kompas Edisi Maret 2006?
Dapatkah hasil analisis wacana monolog kolom “Tajuk Rencana” pada Koran Kompas Edisi Maret 2006 dijadikan sebagai rencana bahan pembelajaran bahasa Indonesia di SMP N I Cilegon?.
Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mempunyai tujuan sebagai berikut :
Buat mengatahui kekohesian & bentuk pronomina yg terdapat dalam kolom “Tajuk Rencana” pada koran kompas.
Buat mengatahui apakah kolom “Tajuk Rencana” pada Koran Kompas dapat dijadikan sebagai rencana bahan pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah.
Tinjauan Pustaka
Pengertian Wacana
(Kridalaksana ) Via (Tarigan, 1987 : 25). Wacana adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. (Syamsudin, 1992 : 5). Wacana adalah rangkaian ujar atau tindak tutur yg mengungkapkan suatu perihal (subjek) yg disajikan secara teratur, sistematis, dalam satuan yg koheren, dibentuk oleh unsur segemen maupun non segmen bahasa. Perihal tersebut diperkuat oleh pendapat Widdowaon, dalam 1 dewan Putu Wijana, dkk (2002 : 59) menyatakan bahwa kalimat-kalimat yg menyusun sebuah wacana berhubungan satu sama lain, tidak berdiri sendiri-sendiri secara acak (random).
Dari pendapat-pendapat di atas, ada beberapa perihal yg menyangkut tentang pengertian wacana. Perihal tersebut meliputi : (1) merupakan satuan gramatikal terbesar, (2) disusun secara sistematis, (3) berkaitan erat antara kalimat satu dgn yg lainnya.
Berdasarkan para ahli tentang wacana dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan unsur bahasa yg paling lengkap. Kalimat yg satu dgn yg lainnya saling berkaitan ditulis secara teratur, sistematis, dalam satuan yg koheren atau runtut, beserta dibentuk oleh unsur segmen maupun nonsegment bahasa, artinya wacana itu dibentuk dari unsur bahasa yg terkecil sampai yg terbesar, yaitu: bunyi, suku kata, morfem, kata, frasa, klausa, & kalimat. Sedangkan unsur nonsegment berupa situasi, ruangan, waktu pemakaian, tujuan pemahaman bahasa, pemakaian bahasa itu sendiri, intonasi, tekanan, makna dalam bahasa, & perasaan berbahasa.
Pada umumnya para ahli berpendapat bahwa wacana adalah unsur bahasa yg paling lengkap baik dari segi struktur, makna maupun intonasi. Wacana merupakan satu kesatuan yg saling berhubungan yg tidak dapat dipisah-pisahkan antara bunyi, frasa, klausa, maupun kalimatnya.
Stubbs dalam Rani (2000 : 9). Analisis wacana merupakan suatu kajian yg meneliti atau menganalisis bahasa yg digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Senada dgn itu, Tarigan (1987 : 24) menyatakan bahwa analisis wacana adalah telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Perihal tersebut diperkuat oleh pendapat Lubis, (1991 : 20) menyatakan bahwa analisis wacana sudah tentu melibatkan analisis sintaksis & semantik, tapi yg terpenting adalah analisis secara pragmatik.
Dari definisi-definisi di atas, ada beberapa perihal yg menyangkut dgn pengertian analisis wacana, perihal tersebut meliputi : (1) suatu kajian yg meneliti bahasa, (2) telaah fungsi bahasa, (3) & merupakan analisis sintaksis & semantik.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa yg biasa digunakan dalam komunikasi sehari-hari (alamiah). Yakni penggunaan bahasa dalam konteks sosial khususnya hubungan antar penutur. Hubungannya dgn pragmatik yaitu merupakan penganalisisan studi bahasa dgn pertimbangan-pertimbangan konteks. Dgn demikian, pragmatik memiliki peranan yg begitu penting demi sampainya sesorang kepada makna-makna kalimat yg sebenarnya.
Jenis Wacana
Definis yg diberikan oleh para ahli tentu berlainan antara satu dgn lainnya. Perihal seperti itu sudah terbiasa dalam ilmu sosial. Pengertian tentang sesuatu selalu tidak utuh, pasti ada saja kekurangan bila dilihat dari sudut pandang yg lain. Wacana dilihat berdasarkan saluran komunikasi, dibedakan menjadi dua jenis yaitu berupa wacana tulis & wacana lisan.
Tarigan, (1987 : 52) menyatakan bahwa wacana tulis atau written discourse adalah wacana yg disampaikan secara tertulis, meliputi media tulis. Perihal serupa diungkapkan oleh Hayon (2003 : 26) yg menyatakan bahwa wacana tulis terutama pada media yg menggunakan bahasa tulis. Pendapat para ahli diperkuat oleh Rani dkk, (2000 : 26) menyatakan bahwa wacana tulis adalah teks yg berupa rangkaian kalimat yg menggunakan ragam bahasa tulis.
Berdasarkan pendapat para ahli, penulis menyimpulkan bahwa wacana tulis merupakan wacana yg disampaikan secara tertulis. Wacana tulis ini dapat diperoleh dgn mudah dalam kehidupan kehidupan sehari-hari. Adapun wacana tulis berbentuk buku, berita koran, artikel, makalah, majalah, & sebagainya. Biasanya wacana tulis itu lebih panjang, unit-unit bahasanya lengkap, & mengikuti aturan bahasa. Kadang-kadang berisi keterangan-keterangan buat memperjelas pesan & menghindari kesalah tafsiran makna oleh pembacanya.
Tarigan (1987 : 55) menyatakan bahwa wacana lisan atau spoken disscorse adalah wacana yg disampaikan secara lisan, meliputi media lisan. Senada dgn itu, Hayon (2003 : 42) menyatakan bahwa wacana lisan ditemukan dalam percakapan, pidato, & lain-lain. Perihal tersebut diperkuat oleh pendapat Arifin, dkk (2000 : 26) yg menyatakan bahwa teks lisan merupakan rangkaian kalimat yg ditranskrip dari rekaman bahasa lisan.
Kalau diperhatikan baik-baik, pendapat-pendapat di atas pada dasarnya memiliki persamaan, bahwa wacana lisan merupakan rangkaian kalimat disampaikan secara lisan.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat dikatakan bahwa wacana lisan merupakan wacana yg disampaikan melalui percakapan , pidato, siaran langsung di radio atau TV. Kalimat dalam wacana lisan biasanya kurang berstruktur, sesorang mesti memiliki pemahaman yg tinggi, memerlukan daya simak yg tinggi karena pada wacana lisan sulit mengulang perihal yg tepat-sama dgn ujaran pertama.
Buat menerima & memahmi wacana lisan maka seorang mesti menyimak atau mendengarkan. Dalam mengutarakan maksud & tujuan secara lisan, maka dibutuhkan gerakan tubuh, pandangan mata, memik, & lain-lain, yg turut memberi makna wacana tersebut.
Analisis Wacana Monolog
Analisis wacana monolog pada dasarnya mempunyai banyak kesamaan dgn analisis wacana dialog, terutama dalam perihal prinsip- prinsip dasarnya. Beberapa perbedaan yg menonjol di antaranya menyangkut aspek tatap muka, penggalan pasangan percakapan, & kesepakatan berbicara. Aspek-aspek ini tidak terdapat di dalam wacana monolog. Wacana monolog dibagi menjadi dua bagian yaitu kohesi & koherensi.
Brown & Yule dalam Martutik dkk (2000 : 88) menyatakan bahwa kohesi adalah hubungan antar bagian dalam teks yg ditandai oleh penggunaan unsur bahasa. Perihal serupa diungkapkan oleh Syamsuddin, (1992 : 80) mengungkapkan bahwa kohesi adalah segala bentuk hubungan antar tuturan, baik dari tataran: antarkalimat, di dalam sebuah kalimat, maupun leksikon. Pendapat tersebut diperkuat oleh Aminudin, dkk (2002 : 32) bahwa kohesi adalah unsur pembentukan satuan yg menguntai kalimat yg satu dgn kalimat lain dalam satuan teks.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, bahwa kohesi merupakan sarana penghubung. Penggunaan kalimat dalam wacanannya tidaklah berdiri sendiri melainkan saling berhubungan membentuk satu kesatuan. Kohesi ini melukiskan bagaimana caranya proposisi-proposisi yg saling berhubungan satu sama lain buat membentuk suatu teks.
Halliday & Hasan dalam Tarigan, (1987 : 96) mengelompokan sarana-sarana kohesif itu ke dalam lima katagori, yaitu : pronomian (kata ganti), subtitusi (penggantian), elipsis, konjungsi, & leksal.
Kelima kategori kohesi itu, dapat dijelaskan sebagai berikut: pronomina atau kata ganti terdiri dari kata ganti diri seperti; saya, aku, kita, kami, engkau, kamu, kau, kalian, anda, dia, & mereka. Kata ganti penunjukan seperti ; ini, itu, sini, situ, saya, di sini, di sana, ke sini, ke situ, & ke sana. Kata ganti empunya seperti; - ku, -mu, -nya, kami, kamu, kalian, & mereka. Kata ganti penanya seperti; apa, siapa, & mana. Kata ganti tak tentu antara lain siapa-siapa, masing-masing, sesuatu, seseorang, & para.
Subtitusi adalah hubungan gramatika, (Lubis, 1991 : 35). Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa Subtitusi merupakan hubungan gramatikal, lebih bersifat hubungan kata & makna. Subtutusi dalam bahasa Indonesia dapat bersifat nominal, verbal, klausal, atau campuran misalnya. Satu, sama, seperti itu, sedemikian rupa, demikian, begitu, melakukan perihal yg sama.
Lubis (1991 : 38) menyatakan bahwa ellips yaitu penghilangan satu bagian dari unsur kalimat itu. Perihal serupa diungkapkan oleh Kridalaksana dalam Tarigan, (1987 : 101) yg menyatakan bahwa Elipsis adalah peniadaan kata.
Berdasarkan pendapat para ahli dapat dijelaskan bahwa ellips merupakan sesuatu yg ada akan tapi sesuatu itu tidak diucapkan atau tidak ditulis. Elipsis dapat dibedakan atas elipsis nominal, elipsis verbal, & elipsis klasual.
Kridalaksana dalam Tarigan (1987 : 101) menyatakan bahwa konjungsi adalah yg digunakan buat menggabungkan kata dgn kata, Frase dgn Frase, klasua dgn klausa, kalimat dgn kalimat, atau paragraf dgn paragraf.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa konjungsi merupakan sarana buat menghubungkan atau merangkaikan ide, baik dalam satu kalimat maupun antar kalimat. Kata- kata konjungsi tersebut seperti dan, tetapi, atau, kemudian, sesudah itu, seperti, maksud saya & lain-lain.
Leksikal terdiri atas dua macam. Pertama, pengulangan yaitu piranti kohesi yg digunakan dgn mengulang sesuatu proposis atau bagian dari proposisi. Kedua, kolokasi kata yg menunjukan adanya hubungan tempat (lokasi).
Moelino dkk (1988 : 428) menyatakan bahwa koherensi juga merupakan hubungan antar proposisi, tapi perkaitan tersebut tidak secara ekplisit atau nyata dapat dilihat pada kalimat-kalimat yg mengungkapkan. Perihal tersebut sejalan dgn pendapat Widdowson dalam Rani (200 : 134) mengemukakan bahwa istilah koherensi mengacu aspek tuturan, bagaimana proposisi yg terselubung disimpulkan buat menginterprestasikan tindakan ilokusinya dalam memebentuk sebuah wacana.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa koherensi merupakan hubungan antar proposisi yg di dalam suatu wacananya dapat membentuk suatu wacana yg runtut meskipun tidak terdapat penghubungan kalimat yg digunakan.
Media
Memahami Bias Media
Pada dasarnya bias berita terjadi karena media massa tidak berada di ruang vakum. Media sesuguhnya berada di tengah realitas sosial yg sarat dgn berbagai kepentingan, konflik, & fakta yg kompleks & beragam (Sobur, 2002 : 29).
Memperhatikan pendapat ahli di atas, jelas bahwa suatu media massa berada pada posisi antara kenyataan yg ada di dalam lingkungan masyarakat. Dgn demikian, berita terjadi karena adanya berbagai kepentingan, konflik, fakta yg utuh & beragam. Oleh penyebab itu, media massa tidak berada pada suatu ruang yg kosong & hampa.
Althusser dalam Zasrow dalam Sobur (2002 : 30) mengungkapkan bahwa media, dalam hubunganya dgn kekuasaannya, menempati posisi strategis, terutama karena kemampuannya sebagai sarana legitimasi. Media masssa sebagaimana lembaga-lembaga pendidikan, agama, seni, & kebudayaan, merupakan bagian dari alat kekuasaan negara yg bekerja secara idiologis guna membagun kepatuhan khalayak terhadap kelompok yg berkuasa.
Berdasarkan pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa media massa dari kekuasaan berada pada posisi yg menguntungkan terutama media masssa mempunyai kemampuan sebagai sarana legitimasi, legitimasi merupakan surat keterangan yg membenarkan bahwa pemegang surat itu betul-betul dia. Disamping itu, media massa memiliki peran yg sama seperti lembaga-lembaga pendidikan, agama, seni, & kebudayaan yg merupakan bagian dari alat kekuasaan negara. Ia bekerja secara ideologis buat membangun kepatuhan.
Gramsc dalam Zastrovw dalam Sobur (2002 : 30) mengungkapkan bahwa media sebagai ruang di mana berbagai idiologi direpresentasikan. Di satu sisi, media menjadi sarana penyebaran ideologi penguasaan, alat legitimasi & kontrol atas wacana publik. Di sisi lain, media juga bisa menjadi alat buat membangun kultur & ideologi dominan bagi kepentingan kelas dominan , sekaligus juga bisa menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas buat membangun kultur & ideologi tandingan.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa Antoni berpendapat beda dgn Althousser. Ia mengatakan bahwa media merupakan tempat di mana berbagai keyakinan digambarkan di satu sisi, media berfungsi sebagai sarana penyebaran idiologi penguasaan, alat legitimasi & kontrol atas wacana publik. Namun di sisi lain, media juga bisa menjadi alat buat membangun budaya & ideologi yg sangat berpengaruh bagi kepentingan kelas yg berkuasa. Sekaligus menjadi alat perjuangan bagi kaum yg tertindas buat membagun kultur & ideologi tandingan.
Meskipun pendapat mereka berbeda, namun keduanya terdapat kesepakatan bahwa media massa merupakan sesuatu yg netral & seimbang dgn berbagai kepentingan yg ada dalam media massa. Tidak hanya ideologi, akan tapi media massa memiliki kepentingan lain buat disampaikan. Misalnya kepentingan kapitalisme pemilik modal, demonstrasi buruh, & lain sebagainya. Ini berarti, bahwa media massa tidak mungkin selalu berdiri di tengah-tengah, akan tapi dia akan bergerak, bergeser sesuai dgn hal-perihal yg baru atau yg sedang bermain. Oleh penyebab itu, berita dia media massa sulit buat dihindari.
Media massa merupakan alat buat menyampaikan informasi atau gamabran umum tentang banyak hal. Media massa mempunyai kemampuan buat berperan sebagai lembaga yg dapat mempengaruhi publik. Ini memungkinkan media massa memiliki kepribadian yg ganda. Pertama, media bisa memberikan pengaruh positif kepada publik. Kedua, media massa dapat memberikan pengaruh yg negatif. Bahkan, media yg memiliki peranan sebagai alat buat menyampaikan informasi dipandang sebagai faktor yg paling menentukan dalam proses perubahan sosial-budaya & politik.
Tajuk Rencana
Tajuk rencana adalah tulisan kolom yg dibuat oleh redaksi penerbit pers. Ia dimuat dihalaman khusus bagi tulisan- tulisan opini tentang suatu masalah atau peristiwa ( Romli, 2005 : 88).
Berdasarkan pendapat di atas, dijelaskan bahwa tajuk rencana merupakan tulisan-tulisan berupa opini tentang suatu masalah yg biasanya dimuat dihalaman khusus & ditulis oleh pemimpin redaksi..
Jika sesorang membaca koran, maka ia akan menemukan nama kolom opini. Halaman opini ini bisanya berisikan tajuk rencana / pojok, artikel, surat pembaca, karikatur & kolom. Pada halaman opini terkecuali tajuk rencana-rencana opini biasanya ditulis khusus oleh penulis ternama, pengamat, para pakar, atau analisis. Opini atau pemikiran yg disuarakan lewat tajuk adalah visi, misi & penilaian orang, kelompok, atau suatu organisasi mengenai suatu perihal haruslah orang terpercaya yg mengetahui kebijakan pemerintaahan.
Romli (2005 : 89) mengemukakan bahwa Tajuk rencana (editorial) biasa disingkat “Tajuk” saja disebut juga “induk karangan” “opini redaksi”, atau “Leader”. Tajukrencana merupakan Jatidiri atau identitas sebuah media massa sesuai dgn visi & misi tersebut
Dari pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa tajukrencana juga biasanya disebut sebagai editorial. Seseorang bisa menilai baik atau tidaknya kualitas suatu koran dapat dilihat dari hasil tulisan tajukrencana. Karena ia merupakan jatidiri dari sebuah media massa sesuai dgn visi & misi media tersebut.
Metode & Teknik Penelitian
Metode
Metode penelitian adalah cara yg digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya, (Arikunto, 1997 : 136).
Berdasarkan pendapat tersebut. Maka peneliti dapat menggunakan cara buat mengumpulkan bahan atau data penelitiannya dgn mempertimbangkan beberapa hal, yaitu : objek penelitian, sumber data, waktu, & teknik yg akan digunakan buat mengolah data bila sudah terkumpul.
Di dalam penelitian ini, peneliti mengunakan metode deskriptif, yaitu analisis konten atau analisis isi. Penelitian memfokuskan penelitian pada level mikro berupa kata. Kemudian, peneliti mencari data. Apabila datanya telah terkumpul lalu diklasifikasikan menjadi data kualitatif yg dinyatakan dalam kata-kata. Peneliti memfokuskan pada bentuk isi wacana yg akan ditelitinya.
Data yg diperoleh tidak dituangkan dalam bentuk bilangan atau angka statistik, melainkan tapi dalam bentuk kualitatif. Peneliti segera melakukan analisis isi dgn memberikan pemaparan yg diteliti dalam bentuk uraian.
Teknik Penelitian
Teknik penelitian yg akan digunakan oleh peneliti adalah :
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah pencatatan peristiwa-peristiwa, hal-hal, keterangan-keterangan, karakterstik-karakteristik, sebagaian atau seluruh populasi yg akan menunjang atau mendukung penelitian (Hasan, 2002 : 83). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut :
Dokumentasi
Peneliti menggunakan cara dgn mencari & mengumpulkan data yg berupa catatan-catatan, seperti teori, pendapat dari para ahli, & surat kabar.
Studi Pustaka
dgn membaca & mengenal pengalaman-pengalaman orang lain, berarti mencari teori-teori, konsep-konsep, generalisasi-generalisasi, yg dapat dijadikan landasan teoritis bagi penelitian yg akan dilakukan itu (margono, 1996 : 76).
Dalam melakukan suatu penelitian, penulis perlu melihat penelitian orang lain yg dapat dijadikan sebagai patokan buat penelitian selanjutnya.
Buat mendapat hasil penelitian yg baik, akurat, & relevan, penulis perlu membaca sumber acuan umum yg diperoleh dari kepustakaan berupa buku-buku teks, laporan hasil penelitian orang lain, & sejenisnya. Perihal ini dilakukan agar penelitian ini mempunyai dasar yg kokoh beserta dapat dijadikan patokan buat penelitian selanjutnya. Kegiatan dalam seluruh proses ini adalah membaca.
Adapun langkah-langkah yg akan dilakukan dalam penelitian ini adalah :
Peneliti membaca & mempelajari hasil penelitian yg diperoleh orang lain
Penelitian mempelajari metode penelitian yg digunakan oleh orang lain
Penelitian akan mengumpulkan data dari sumber lain yg bersangkutan paut dgn penelitian yg akan dikerjakan.
Penelitian mempelajari analisis dedukatif dari masalah yg telah dilakukan orang lain.
Pengolahan Data
Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dgn menggunakan cara atau rumus-rumus tertentu (Hasan, 2002 : 89).
Dalam teknik pengolahan data, penulis menggunakan teknik analisis yg bersifat kualitatif. Oleh karena itu, hasil penelitian yg akan diperoleh bukanlah berupa angka statistik.
Penelitian akan mencari data, setelah data terkumpul peneliti akan melakukan pengolahan dgn mengklasifikasikan data, yaitu mengolongkan anekaragam jawaban ke dalam kategori yg sudah ditentukan.
Adapun langkah-langkah yg digunakan peneliti adalah sebagai berikut :
Mengumpulkan sumber data yg akan diteliti yaitu dari koran kompas “ Tajukrencana”.
Membaca sumnber data buat mencari data yg akan diteliti kemudian.
Inpentaris yg diteliti
Mendeskripsikan data yg diperoleh
Menyimpulkan hasil analisis
Sumber Data Peneliti
Peneliti memperoleh sumber data dari Koran Kompas Kolom “Tajukrencana” Edisi Maret 2006 sebanyak 13 lembar.
Jadwal Penelitian
No | Tahap | Kegiatan | Bulan | |||||
Feb | Mar | Apr | Mei | Juni | Juli | |||
1. | Persiapan | Penetapan objek penelitian | X |
|
|
|
|
|
Pengajuan Proposal | X |
|
|
|
|
| ||
Seminar Proposal | X |
|
|
|
|
| ||
Perbaikan Proposal | X |
|
|
|
|
| ||
Pengesahan Proposal |
| X |
|
|
|
| ||
Penentuan Pembimbing |
| X |
|
|
|
| ||
Bimbingan intensif Proposal |
| X |
|
|
|
| ||
2. | Penyusunan Skripsi | Pengunpulan data |
| X |
|
|
|
|
Analisis Data |
|
| X |
|
|
| ||
Menyusun Skripsi |
|
| X |
|
|
| ||
Bimbingan Bab I |
|
| X |
|
|
| ||
Bimbingan Bab II |
|
| X |
|
|
| ||
Bimbingan Bab III |
|
|
| X |
|
| ||
Bimbingan Bab IV |
|
|
| X |
|
| ||
|
| Bimbingan Bab V |
|
|
| X |
|
|
3 | Ujian Skripsi da Sidang Skripsi | Penggandaan Skripsi |
|
|
| X |
|
|
Pendaftaran Ujian Skripsi |
|
|
|
| X |
| ||
Presentase hasil penelitian / Skripsi pada Penguji |
|
|
|
| X |
| ||
4. | Revisi Skripsi | Perbaikan Skripsi |
|
|
|
| X |
|
Penjili& Skripsi |
|
|
|
| X |
| ||
Penyerahan Laporan Skripsi |
|
|
|
|
| X |
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan. Moelino, M. Anton dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Aminudin. Ht, Faruk. Budiman, I Dewa Putu Wijaya Kris. Budianta, Melani. 2002. Analisis wacana Dari Lingustik Sampai Dekonstruksi. Yogyakarta : Kanal
Arifin, Bustanul. Martutik & Rani, Abdul. 2000 Analisis Wacana Sebuah kajian Bahasa Dalam Pemakaian. Malang : Bayu Media.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Djajasudarman, T. Fatimah 1994 Wacana Pemahaman & Hubungan Antar Unsur. Bandung : Eresco.
Hayon, Josep. 2003 Membaca & menulis wacana. Jakarta : Storial Grafika.
Lubis, Hasan Hamid A. 1991 Analisis Wacana Pragmatik. Angkasa Bandung.
Margono, s. 1996 Metodelogi Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Romli, Asep Syamsul M 2005. Jurnalistik Terapan. Bandung Batik Press
Sobur, Alex. 2002. Analisis Teks Media. Bandung : Rosda
Syamsudin 1992. Studi Wacana Teori Analisis pengajaran. Mimbar pendidikan bahasa & seni Fpbs IKIP Bandung
Tarigan, Henry G. Pengajaran Wacana Angkasa Bandung.
Hasan, Iqbal 2002 Pokok-pokok Materi Metodelogi Penelitian & Aplikasinya Jakarta : Galia Indonesia
OUT LINE
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kajian Yg Relevan
Fokus Penelitian
Pertanyaan Penelitian
Tujuan Penelitian
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
Wacana
Pengertian Wacana &
Analisis Wacana
Jenis Wacana
Wacana Lisan
Wacana Tulis
Analisis Wacana Monolog
Kohesi
Koherensi
Media
Tajuk Rencana
BAB III METODE PENELITIAN
Metode & Teknik Penelitian
Metode Penelitian
Teknik Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan Data
BAB IV HASIL PENELITIAN
Penyajian Data
Analisis & interprestasi Data
BAB V SIMPULAN & SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
we hope ANALISIS WACANA MONOLOG KOLOM “TAJUK RENCANA” PADA KORAN KOMPAS EDISI MARET 2006 SEBAGAI RENCANA BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMPN 1 CILEGON are solution for your problem.