Diarrheal management in infant and children


MANAGEMEN DIARE PADA BAYI & ANAK


( Diarrheal management in infant and children )


Subijanto MS, Reza Ranuh, Liek Djupri, Pitono Soeparto

Divisi Gastroenterologi

Lab / SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair / RSU Dr. Seotomo Surabaya


Abstrak

Diare pada anak masih adalah problem kesehatan dgn angka kematian yang

masih tinggi terutama pada anak umur 1-4 tahun, memerlukan penatalaksanaan yang

tepat & memadai. Secara umum penatalaksanaan diare akut ditujukan buat mencegah dan

mengobati, dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit, malabsorpsi akibat kerusakan

mukosa usus, penyebab diare spesifik, gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta.

Buat memperoleh hasil baik pengobatan harus rational.

Abstract

Infantile diarrhea is still a health problem indicated by high mortality especially in

children between 1-4 years of age, that appropriate management is necessary. In general acute

diarrheal management is directed to prevent and treat dehydration, electrolyte imbalance,

malabsorption caused by mucosal injury, specific etiology of diarrhea, nutritional disturbances

and treatment of accompanying diseases. Rational management is necessary to have a good

outcome.

Pendahuluan

Sejak tahun 1992, secara umum, penyakit menular adalah sebab dari 37,2%

kematian, diantaranya 9,8% tuberkulosa, 9,2% infeksi saluran nafas & 7,5% diare. Namun

buat kelompok usia 1 – 4 tahun, diare adalah penyebab kematian terbanyak ( 23,2% )

sedangkan urutan ke dua (18,2%) penyebab kematian karena infeksi saluran nafas1. Dari data

data diatas menunjukan bahwa diare pada anak masih adalah masalah memerlukan

2

penanganan komprehensif & rasional. Terapi rasional diharapkan akan

memberikan hasil maksimal, oleh karena efektif, efisien & biaya memadai. Yang

dimaksud terapi rasional ; terapi yang: 1) tepat indikasi, 2) tepat obat, 3) tepat dosis, 4)

tepat penderita, & 5) waspada terhadap efek samping obat.

Sebagian besar dari diare akut disebabkan oleh karena infeksi. Banyak dampak yang

dapat terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin dapat

menimbulkan gangguan sekresi & reabsorpsi cairan & elektrolit dgn akibat dehidrasi,

gangguan keseimbangan elektrolit & gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan

destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta kerusakan mikrovili dapat

menimbulkan keadaan maldigesti & malabsorpsi2. & bila tidak mendapatkan penanganan

adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Beberapa cara penanganan

dgn menggunakan antibiotika spesifik & antiparasit, pencegahan dgn vaksinasi

serta pemakaian probiotik telah banyak diungkap di beberapa penelitian3.

Namun secara umum penanganan diare akut ditujukan buat mencegah /

menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit & asam basa, kemungkinan

terjadinya intoleransi, mengobati kausa dari diare spesifik, mencegah & menanggulangi

gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Buat melaksanakan terapi diare secara

secara komprehensif, efisien & efektif harus dilakukan secara rasional. Secara umum terapi

rasional ; terapi : 1) tepat indikasi, 2) tepat dosis, 3) tepat penderita, 4) tepat obat, 5)

waspada terhadap efek samping. Jadi penatalaksanaan terapi diare menyangkut berbagai

aspek didasarkan pada terapi rasional mencakup kelima hal tersebut.

A. Mencegah & menanggulangi Dehidrasi.

Adapun tujuan dari pada pemberian cairan ; :

1. Memperbaiki dinamika sirkulasi ( bila ada syok ).

2. Mengganti defisit terjadi.

3. Rumatan ( maintenance ) buat mengganti kehilangan cairan & elektrolit sedang

berlangsung ( ongoing losses ).

Pelaksanaan pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parenteral.

Pemberian secara oral dapat dilakukan buat dehidrasi ringan sampai sedang dapat

menggunakan pipa nasogastrik, walaupun pada dehidrasi ringan & sedang, bila diare profus

3

dgn pengeluaran air tinja hebat ( > 100 ml/kg/hari ) atau mutah hebat ( severe

vomiting ) dimana penderita tak dapat minum samasekali, atau kembung sangat hebat (

violent meteorism ) sehingga rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan

rehidrasi panenteral walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk

dehidrasi berat dgn gangguan sirkulasi.

a. Dehidrasi Ringan – Sedang

Tahap rehidrasi

Mengganti defisit. Rehidrasi pada dehidrasi ringan & sedang dapat dilakukan dengan

pemberian oralit sesuai dgn defisit terjadi4:

Dehidrasi ringan ( 5% ) : 50 ml/kg ( 4 – 6 jam pada bayi )

( 3% ) : 30 ml/kg ( 4 – 6 jam pada anak besar )

Dehidrasi sedang ( 5 – 10% ) : 50 –100 ml /kg ( 4 – 6 jam pad bayi )

( 6% ) : 60 ml/kg ( 4 – 6 jam pada anak besar )

Tahap rumatan

Dalam tahap rumatan seperti ini meliputi buat memenuhi kebutuhan cairan rumatan dan

kebutuhan perubahan cairan rumatan disebabkan oleh kehilangan cairan sedang

berjalan ( ongoing losses )

Kebutuhan Rumatan.

Terdapat beberapa model buat menghitung kebutuhan cairan rumatan : berdasarkan

berat badan, luas permukaan, atau pengeluaran kalori seperti kita ketahui bahwa 1 ml air

diperlukan setiap 24 jam bagi setiap kalori dikeluarkan & bahwa kebutuhan metabolik

menentukan penggunaannya dari cadangan tubuh. Kalori dikonsumsi setiap kesatuan

berat badan, atau tingkat metabolik menurun dgn bertambah besarnya & usia anak ( Tabel

1,2 ).

4

Tabel 1. Kebutuhan Rumatan Kalori & air per kesatuan berat badan5,6.

Rumatan

Berat ba& K cal / kg / 24jam ml air/kg/24jam

10 kg pertama

10 kg ke-dua

Setiap kg penambahan BB

100

50

20

100

50

20

Buat mengganti kehilangan cairan sedang berjalan ( ongoing losses ) karena

diare : 10 ml/kg bb (buat diare infantile) & 25 ml/kg bb (buat kholera) buat setiap diare

cair terjadi disamping pemberian makanan & minuman sebagaimana biasanya sebelum

diare.

Oralit adalah cairan elektrolit–glukosa sangat esensial dalam pencegahan dan

rehidrasi penderita dgn dehidrasi ringan–sedang3,7,8,9,10,11.

Tabel 2. Perubahan dari Kebutuhan Rumatan ( ongoing abnormal losses )5.

Faktor Perubahan dari kebutuhan

Panas

Hiperventilasi

Keringat

Diare

12 % per 0 celcius

10 – 60 ml/100 Kcal

10 – 25 ml/100 K cal

10 ml-25 ml/100 K cal

Lustig JV,1993 dgn modifikasi12.

Secara sederhana, rehidrasi dapat dilakukan dgn cara sebagai berikut :

1. Upaya rehidrasi oral ( URO )13.

Usia Dehidrasi ringan

3 jam pertama

( defisit 50 ml/kg )

Tanpa dehidrasi – jam

Berikutnya ongoing losses

10-25 ml/kg setiap diare

bayi s/d 1th

1 th – 5 th

> 5 th

1,5 gelas

3 gelas

6 gelas

0,5 gelas

1 gelas

2 gelas

5

2. Terapi cairan standar ( Iso-hiponatremi )13.

Derajat Dehidrasi Kebutuhan cairan Jenis cairan Cara / lama

pemberian

Berat ( 10 % )

Gangguan sirkulasi

+ 30 ml/kg/jam NaCl 0,9%

RL

IV/1 jam

Sedang ( 6-9% ) + 70 ml/kg/jam NaCl 0,9%

RL

½ Darrow

IV/3 jam

IG/3 jam

( oralit )

Ringan ( 5% ) + 50 ml/kg/3jam ½ Darrow

Oralit

IV/3 jam

IG / Oral

Tanpa dehidrasi 10-20 ml/kg

Setiap diare

Oralit /

Cairan rumah tangga

oral

IV : intra vena, IG : intragastrik

Buat neonatus ( < 3 bulan )

30 ml/kg/2jam ( D10% NaCL 0,18% )

70ml/kg/6jam ( D10% NaCL 0,18% )

Buat diare dgn penyakit penyerta

30 ml/kg/2jam ( ½ Darrow )

70ml/kg/6jam ( ½ Darrow )

Buat dehidrasi hipernatremi ( Kadar Na > 150 mEq/l )

Defisit (70ml ) + rumatan ( 100ml ) + 2 hari ongoing losses :

+ 320 ml/kg dalam waktu 48 jam

b. Dehidrasi Berat

Penderita dgn dehidrasi berat, yaseperti itu dehidrasi lebih dari 10% buat bayi & anak

& menunjukkan gangguan tanda-tkita vital tubuh ( somnolen-koma, pernafasan Kussmaul,

gangguan dinamik sirkulasi ) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral.

6

Terapi rehidrasi parenteral memerlukan 3 tahap :

1. Terapi awal.

Bertujuan buat memperbaiki dinamik sirkulasi & fungsi ginjal dgn cara

re-ekspansi dgn cepat volume cairan ekstraseluler. Idealnya ; bahwa seluruh

cairan diberikan hendaknya tetap berada didalam ruang vaskuler. Buat itu

larutan elektrolit dgn kadar Na sama dgn darah lebih dianjurkan. Perlu

penambahan glukosa dalam cairan, karena penderita sakit peka buat terjadinya

hipoglikemi & penambahan basa buat koreksi asidosis.

2. Terapi lanjutan.

Segera setelah sirkulasi dapat dipulihkan kembali, terapi cairan berikutnya

buat mengkoreksi secara menyeluruh sisa defisit air & Na serta mengganti

kehilangan abnormal dari cairan sedang berjalan ( ongoing losses ) serta

kehilangan obligatorik (kebutuhan rumatan). Walaupun pemberian K sudah dapat

dimulai , namun hal seperti ini tidak esensial, & biasanya tidak diberikan sebelum 24 jam.

Perkecualian dalam hal seperti ini ; bila didapatkan hipokalemia berat & nyata.

Pada saat tercapainya tahap ini, kadang perlu diketahui nilai elektrolit serum sehingga

terapi cairan dapat dimodifikasi sesuai dgn kadar Na ada (isonatremi,

hiponatremi atau hipernatremi).

Dehidrasi Isonatremi ( Na 130 – 149 mEq/l )

Pada gangguan elektrolit seperti ini tidak saja terdapat kehilangan eksternal Na dari

cairan ekstraseluler tetapi juga Na dari cairan ekstraseluler masuk kedalam cairan

intraseluler sebagai kompensasi dari kehilangan K intraseluler. Dgn demikian

pemberian Na dalam jumlah sama dgn kehilangannya Na dari cairan

ekstraseluler akan berlebihan & akan menghasilkan kenaikan dari Na tubuh total dari

penderita; Na intraseluler berlebihan kelak akan kembali ke dalam cairan

ekstraseluler apabila diberikan K, dgn akibat terjadinya ekspansi ke ruang

ekstraseluler. Buat menghindari hal ini, hanya 2/3 dari perkiraan hilangnya Na & air

dari cairan ekstraseluler perlu diganti pada 24 jam pertama pemberian cairan.

7

Pada tahap seperti ini disamping mengganti defisit, keseluruhan cairan & elektrolit

diberikan perlu mencakup pula penggantian kehilangan cairan normal

(ongoing normal losses) maupun abnormal (ongoing abnormal losses) yang

terjadi melalui diare ataupun muntah.

Sesudah tahap penggantian defisit (sesudah 3-24 jam) tahap berikutnya adalah

tahap rumatan bertujuan buat mengganti sisa kehilangan cairan & elektrolit

secara menyeluruh & dimulainya pemberian K.

Kebutuhan Na & air pada tahap seperti ini dapat diperkirakan dgn menambah 25%

pada kebutuhan rumatan normal diperkirakan & dgn menambah kebutuhan

bagi kehilangan abnormal sedang berjalan (ongoing abnormal losses). Kehilangan

K mungkin sama dgn kehilangan Na namun hampir keseluruhan K hilang

; berasal dari cairan ekstraseluler & harus diganti dgn memberikannya ke

dalam ruang ekstraseluler. Apabila K diberikan dgn kecepatan sebanding dengan

pemberian Na, maka dapat dipastikan bahwa akan terjadi hiperkalemi. Dengan

demikian biasanya penggantian K dilakukan dalam waktu 3 – 4 hari. K juga jangan

diberikan apabila terdapat kenaikan K serum atau sampai ginjal berfungsi dgn baik,

dalam keadaan asidosis berat pemberian K harus berhati-hati. Kecuali pada keadaan

hipokalemia berat, kadar K diberikan hendaknya tidak melebihi 40 m Eq/L

& kecepatan pemberiannya tidak melebihi 3 m Eq/kg/24 jam14.

Dehidrasi Hiponatremi ( Na < 130mEq/l )

Keadaan seperti ini timbul karena hilangnya Na relatif lebih besar dari pada air.

Kehilangan (defisit) Na ekstraseluler dapat dihitung dgn formula berikut :

Karena pasien mengalami dehidrasi, keseluruhan cairan tubuh yang

diperkirakan ; 50 – 55% dari berat ba& waktu masuk & bukan 60% seperti

nilai biasanya. Walaupun Na pada prinsipnya adalah kation ekstraseluler, cairan

tubuh keseluruhan (total) ; dipakai buat menghitung defisit Na. Hal ini

memungkinkan bagi penggantian Na hilang dari cairan ekstraseluler, untuk

Defisit Na (mEq) = (nilai Na normal – nilai Na diperiksa) X total cairan tubuh (dalam L).

8

ekspansi cairan ekstraseluler terjadi pada saat penggantian & buat mengganti

hilangnya Na dari tempat penimbunan pertukaran Na seperti pada tulang.

Terapi dehidrasi hiponatremi ; sama seperti pada dehidrasi isonatremi,

kecuali pada kehilangan natrium berlebihan pemberian Na perlu diperhitungkan

adanya kehilangan ekstra dari ion tsb. Pemberian jumlah ekstra dari Na diperlukan

buat mengganti kehilangan ekstra dapat dibagi rata dalam beberapa hari sehingga

koreksi bertahap dari hiponatremi dapat tercapai pada saat volume telah bertambah.

Kadar Na seyogyanya tidak dinaikkan secara mendadak dgn pemberian larutan

garam hipertonis kecuali bila terlihat gejala keracunan air seperti kejang. Gejala jarang

timbul kecuali bila serum Na berkurang dibawah 120 m Eq/L & hal seperti ini biasanya cepat

dikontrol dgn pemberian larutan Nacl 3% pada kecepatan 1 ml/menit sampai

maksimum 12 ml/kg berat badan. Larutan hipotonis perlu dihindarkan terutama pada

tahap awal pemberian cairan karena adanya resiko terjadinya hiponatremi

simptomatik14.

Dehidrasi hipertonis ( Na > 150 mEq/l )

Hiperosmolalitas berat dapat mengakibatkan kerusakan otak, dengan

perdarahan tersebar luas & trombosis atau efusi subdural. Kerusakan serebral ini

dapat mengakibatkan kerusakan syaraf menetap. Bahkan tanpa kerusakan tersebut

nyata, sering pula timbul kejang pada pasien dgn hipernatremi. Diagnosis dari

kerusakan serebral sekunder karena hipernatremi di topang dgn ditemukan kenaikan

kadar protein dalam cairan serebrospinal.

Kejang sering pula timbul pada saat pemberian cairan karena kembalinya Na

serum menjadi normal. Hal seperti ini dapat terjadi oleh kenaikan jumlah Na dalam sel otak

pada saat terjadinya dehidrasi, dalam gilirannya akan menimbulkan perpindahan

berlebihan dari air ke dalam sel otak pada saat rehidrasi sebelum kelebihan Na

sempat dikeluarkan, kejadian seperti ini dapat dihindari dgn melakukan koreksi

hipernatremi secara pelan dalam waktu beberapa hari. Itulah sebabnya terapi cairan

perlu disesuaikan agar Na serum kembali normal tidak melebihi 10 m Eq/24 jam.

Defisit Na pada dehidrasi hipernatremi ; relatif kecil & volume cairan

ekstraseluler relatif masih tetap tak berubah sehingga jumlah air & Na diberikan

9

pada tahap seperti ini perlu dikurangi bila dibandingkan pada dehidrasi hipo-isonatremi.

Jumlah sesuai ; pemberian 60 – 75 ml/kg/24 jam dari larutan 5% dektrosa

mengandung kombinasi bikarbonat & khlorida.

Jumlah dari cairan & Na rumatan perlu dikurangi dgn sekitar 25% pada

tahap seperti ini karena penderita dgn hipernatremi mempunyai ADH (antidiuretic

hormone) tinggi menimbulkan berkurangnya volume urin.

Penggantian & kehilangan abnormal sedang berjalan (ongoing abnormal

losses) tidak memerlukan modifikasi. Apabila timbul kejang, dapat diberikan Nacl 3%

3 – 5 ml/kg intravena atau manitol hipertonik.

Pada pengobatan dehidrasi hipertonis dgn memberikan sejumlah besar air,

dgn atau tanpa garam, sering menimbulkan ekspansi volume cairan ekstraseluler

sebelum terjadi ekskresi Cl nyata atau koreksi dari asidosis. Sebagai akibatnya

dapat terjadi sembab & gagal jantung memerlukan digitalisasi.

Hipokalsemia kadang terlihat pula selama pengobatan dehidrasi hipernatremi,

hal seperti ini dapat dicegah dgn memberikan jumlah cukup kalium. Tetapi sekali

timbul diperlukan pemberian kalsium (0,5 ml/kg kalsium glukonat 10%) intravena.

Komplikasi lain ; terjadinya kerusakan tubulus ginjal dgn gejala azotemia dan

berkurangnya kemampuan konsentrasi ginjal, sehingga memerlukan modifikasi cara

pemberian terapi cairan. Walaupun dehidrasi hipernatremi dapat secara berhasil

ditangani, pengelolaannya tetap sulit & sering terjadi kejang, meskipun cara

pemberian terapi terencana dgn baik14.

3. Terapi akhir (pencegahan & terapi defisiensi nutrisi)

Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan

penderita akan kalori , namun hal seperti ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya

menyangkut waktu pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet

sebagaimana biasanya, segala kekurangan tubuh akan lemak, protein akan segera dapat

dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar

penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan/minuman sebagai mana

biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang tidak memerlukan terapi cairan

parenteral makan & minum tetap dapat dilanjutkan (continued feeding).

10

B. Mengobati Kausa Diare

Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan dgn antibiotika oleh

karena pada umumnya sembuh sendiri (self limiting). Antibiotika hanya diperlukan pada

sebagian kecil penderita diare misalnya kholera, shigella, karena penyebab terbesar dari

diare pada anak ; virus (Rotavirus)6. Kecuali pada bayi berusia di bawah 2 bulan

karena potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah mengadakan translokasi kedalam

sirkulasi, atau pada anak/bayi menunjukkan secara klinis gejala berat serta

berulang atau menunjukkan gejala diare dgn darah & lendir jelas atau gejala

sepsis15.

Beberapa antimikroba sering dipakai antara lain13,16:

Kolera : Tetrasiklin 50mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 2 hari )

Furasolidon 5mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 3 hari )

Shigella : Trimetoprim 5-10mg/kg/hari

Sulfametoksasol 25-50mg/kg/hari

Dibagi 2 dosis ( 5 hari )

Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari dibagi 4 ( 5 hari )

Amebiasis : Metronidasol 30mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 5-10 hari)

Buat kasus berat :

Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg ( maks 90mg )

( im ) s/d 5 hari tergantung reaksi ( buat semua umur )

Giardiasis : Metronidasol 15mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 5 hari )

Antisekretorik – Antidiare.

Salazar-Lindo E dkk dari Department of Pediatrics, Hospital Nacional Cayetano

Heredia, Lima, Peru, melaporkan bahwa pemakaian Racecadotril (acetorphan) yang

adalah enkephalinase inhibitor dgn efek anti sekretorik serta anti diare ternyata

cukup efektif & aman bila diberikan pada anak dgn diare akut oleh karena tidak

11

mengganggu motilitas usus sehingga penderita tidak kembung. Bila diberikan bersamaan

dgn cairan rehidrasi akan memberikan hasil lebih baik bila dibandingkan dengan

hanya memberikan cairan rehidrasi saja17. Pemberian obat loperamide sebagai antisekresiantidiare

walaupun cukup efektif tetapi sering kali disertai komplikasi kembung dengan

segala akibatnya.

Probiotik.

Probiotik (Lactic acid bacteria) adalah bakteri hidup mempunyai efek yang

menguntungkan pada host dgn cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik di dalam

lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri

probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus, sehingga tidak terdapat tempat lagi untuk

bakteri patogen buat melekatkan diri pada sel epitel usus sehingga kolonisasi bakteri

patogen tidak terjadi. Dgn mencermati fenomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai

sebagai cara buat pencegahan & pengobatan diare baik disebabkan oleh Rotavirus

maupun mikroorganisme lain, pseudomembran colitis maupun diare disebabkan oleh

karena pemakaian antibiotika tidak rasional rasional (antibiotic associated diarrhea).

Mikroekologi mikrobiota rusak oleh karena pemakaian antibotika dapat

dinormalisir kembali dgn pemberian bakteri probiotik. Mekanisme kerja bakteri

probiotik dalam meregulasi kekacauan atau gangguan keseimbangan mikrobiota komensal

melalui 2 model kerja rekolonisasi bakteri probiotik & peningkatan respon imun dari

sistem imun mukosa buat menjamin terutama sistem imun humoral lokal mukosa yang

adekuat dapat menetralisasi bakteri patogen berada dalam lumen usus yang

fungsi seperti ini dilakukan oleh secretory IgA (SIgA)18,19,20,21,22,23.

C. Mencegah / Menanggulangi Gangguan Gizi

Amatlah penting buat tetap memberikan nutrisi cukup selama diare, terutama

pada anak dgn gizi kurang. Minuman & makanan jangan dihentikan lebih dari 24

jam, karena pulihnya mukosa usus tergantung dari nutrisi cukup. Bila tidak maka hal

seperti ini akan adalah faktor memudahkan terjadinya diare kronik1. Pemberian kembali

makanan atau minuman ( refeeding ) secara cepat sangatlah penting bagi anak dgn gizi

kurang mengalami diare akut & hal seperti ini akan mencegah berkurangnya berat badan

12

lebih lanjut & mempercepat kesembuhan. Air susu ibu & susu formula serta makanan

pada umumnya harus dilanjutkan pemberiannya selama diare5,24,25.

Penelitian dilakukan oleh Lama More RA dkk menunjukkan bahwa suplemen

nukleotida pada susu formula secara signifikan mengurangi lama & beratnya diare pada

anak oleh karena nucleotide ; bahan sangat diperlukan buat replikasi sel

teramsuk sel epitel usus & sel imunokompeten26.

Pemberian susu rendah laktosa, formula medium laktosa atau bebas laktosa diberikan

pada penderita menunjukkan gejala klinik & laboratorium intoleransi laktosa.

Intoleransi laktosa berspektrum dari ringan sampai berat & kebanyakan adalah

tipe ringan sehingga cukup memberikan formula susu biasanya diminum dengan

pengenceran oleh karena intoleransi laktosa ringan bersifat sementara & dalam waktu 2-3

hari akan sembuh terutama pada anak dgn gizi baik. Namun bila terdapat

intoleransi laktosa berat & berkepanjangan tetap diperlukan susu formula bebas

laktosa buat waktu lebih lama. Buat intoleansi laktosa ringan & sedang sebaiknya

diberikan formula susu rendah laktosa27. Penulis lain memberikan formula bebas laktosa

atau formula soya buat penderita intoleransi laktosa sekunder oleh karena gastroenteritis,

malnutrisi protein-kalori & lain penyebab dari kerusakan mukosa usus. Pada keadaan ini

ASI tetap diberikan4,28; namun menurut Sullivan PB, tidak perlu memberikan susu rendah

laktosa / pengenceran susu pada anak dgn diare, khususnya buat usia di atas 1 tahun

atau sudah makan makanan padat29.

Sebagaimana halnya intoleransi laktosa, maka intoleransi lemak pada diare akut

sifatnya sementara & biasanya tidak terlalu berat sehingga tidak memerlukan formula

khusus. Pada situasi memerlukan banyak enersi seperti pada fase penyembuhan diare,

diet rendah lemak justru dapat memperburuk keadaan malnutrisi & dapat menimbulkan

diare kronik30.

D. Menanggulangi Penyakit Penyerta.

Anak menderita diare mungkin juga disertai dgn penyakit lain. Sehingga

dalam menangani diarenya juga perlu diperhatikan penyekit penyerta ada. Beberapa

penyakit penyerta sering terjadi bersamaan dgn diare antara lain : infeksi saluran

13

nafas, infeksi susunan saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi sistemik lain ( sepsis,

campak ) , kurang gizi, penyakit jantung & penyakit ginjal31.

Daftar Pustaka

1. Baker SS; Davis AM. Hypocaloric oral therapy during an episode of diarrhea and vomiting

can lead to severe malnutrition. J Pediatr Gastroenterol Nutr 1998 Jul;27(1):1-5.

2. Barkin RM. Fluid and Electrolyte Problems. Problem Oriented Pediatric Diagnosis. Boston

Little Brown and Company 1990; 20 – 23.

3. Booth IW, CuttingWAM. Current Concept in The Management of Acute Diarrhea in

Children. Postgrad Doct Asia 1984 : Dec : 268 – 274.

4. Brady MS et al. Specialised formulas and feedings for infants with malabsorpsion. J Am

Diet Assoc 1986 ; 86:191 – 200.

5. Butzner D,Butler DG, Miniats P,Hamilton JR. Impact of chronic protein calorie

malnutrition on intestinal repair after acute viral enteritis : a study seperti ini guobiotic piglets.

Pediatr Res 1985 ; 19 : 476 – 481.

6. Castelli F; Beltrame A; Carosi G. Principles and management of the ambulatory treatment

of traveller’s diarrhea. Bull Soc Pathol Exot 1998;91(5 Pt 1-2):452-5.

7. Mahalanabis D. Oral Rehydration in Infantile Diarrhea. International Conference on Infant

Nutrition and Diarrheal Disease and Workshop on Post Graduate Paediatric Education,

Kualalumpur 1979.

8. Walker-Smith JA. Postenteritis Malabsorption. International Conference on Infant

Nutrition and Diarrheal Disease and Workshop on Post Graduate Paediatric Education,

Kualalumpur 1979. (b)

9. Tan G. Practical Therapeutics. Medical Progress 1975 ; Oct:41 – 42.

10. Finberg L,Kravath PE, Fleishman AR. Water and Electrolyte in Pediatrics.

Physiology,Pathology and Treatment. Philadelphia: WB Saunders Co. 1982;147 – 162.

11. Pickering LK. Indication for specific therapy of Children with Acute Infectious Diarrhea

In: Brunell PA ed. Report of the 13th. Ross Round Table on Critical Approach to Common

Pediatric Problems. Maryland 1981. Columbus : Ross Lab ; 101 : 23 – 29.

12. Lustig JV. Fluid & Electrolyte therapy. In : WER Hathaway,WW Hay Jr,JR Groothuis,JW

Paisley. Current Pediatric Diagnosis & Treatment 11nd. Prentice-Hall International Inc

1993; 1129 – 1140.

13. Pedoman Diagnosis & Terapi Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak RSUd. Dr.Soetomo

Surabaya 1994 ; 39 – 50.

14. Mc Carthy P. Parenteral Fluid Therapy. In : RE Behrman, RM Kliegman,WE Nelson,VC

Vaughan IIIeds. Nelson Textbook of Pediatrics 14nd, Philadelphia : WB Saunders Co 1993 ;

195 – 211.

15. Soeparto P. Studi mengenai gastroenteritis akuta dgn dehidrasi pada anak melalui

pendekatan epidemiologi klinik. Disertasi. Airlangga University Press.1987.

16. Gerding DN. Treatment of Clostridium difficile-associated diarrhea and colitis. Curr Top

Microbiol Immunol 2000;250:127-139.

17. Salazar-Lindo E et al.. Racecadotril in the treatment of acute watery diarrhea in children. N

Engl J Med 2000 Aug 17;343(7):463-7.

14

18. Rani B; Khetarpaul N. Probiotic fermented food mixtures: possible applications in clinical

anti-diarrhoea usage. Nutr Health 1998;12(2):97-105.

19. Vanderhoof JA et al. Lactobacillus GG in the prevention of antibiotic-associated diarrhea

in children. J Pediatr 1999 Nov;135(5):564-8.

20. Gionchetti P; Rizzello F; Venturi A; Campieri M. Probiotics in infective diarrhoea and

inflammatory bowel diseases. J Gastroenterol Hepatol 2000 May;15(5):489-93.

21. Saavedra J. Probiotics and infectious diarrhea. Am J Gastroenterol 2000 Jan;95(1

Suppl):S16-8.

22. Davidson GP; Butler RN. Probiotics in pediatric gastrointestinal disorders. Curr Opin

Pediatr 2000 Oct;12(5): 477-481.

23. Gismondo MR et al. Review of probiotics available to modify gastrointestinal flora. Int J

Antimicrob Agents 1999 Aug;12(4): 287-92.

24. Dewan N; Faruque AS; Fuchs GJ. Nutritional status and diarrhoeal pathogen in

hospitalized children in Bangladesh. Acta Paediatr 1998 Jun; 87(6): 627-30.

25. Ziyane IS. The relationship between infant feeding practices and diarrhoeal infections. J

Adv Nurs 1999 Mar;29(3): 721-6.

26. Lama More RA; Gil-Alberdi Gonzalez B. Effect of nucleotides as dietary supplement on

diarrhea in healthy infants. An Esp Pediatr 1998 Apr;48(4):371-5.

27. Suharyono. Terapi nutrisi diare kronik Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu

Kesehatan Anak ke. XXXI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1994.

28. Leake RD et al. Soy-protein formulas in the teratment of infantile diarrhea. Am J Dis Child

1974 ; 127 : 374.

29. Sullivan PB. Nutritional management of acute diarrhea. Nutrition 1998 Oct;14(10):758-

62.

30. Lifshitz. Food intolerance and sensitivity In.: Lebenthal E ed. Advances in Pediatric

Gastroenterology and Nutrition. Mead Johnson Symposium series I Excerpta Medica 1984

: 131 – 140.

31. Ditjen PPM&PLP Depkes RI. Tatalaksana Kasus Diare Bermasalah. Depkes RI 1999 ; 31.

http://askep-askeb.cz.cc/



we hope Diarrheal management in infant and children are solution for your problem.

If you like this article please share on:

Archives

Categories

20HadiahLebaran aceh active Ada ada saja adsense aids air tanah anak antik Artikel Artis asma Bahasa bahasaindonesia baju band batuk bayi bekas belajar bencana Berita Berita Ringan big panel biologi bisnis bisnis online Blog Bola budidaya buku bunga burner burung cerai Cerpen chandra karya Cinta ciri cpns cuti cv daerah desain di jual diare diet coke diet plan dinas domisili ekonomi email euro exterior fashion fat Film FISIP foke forex format FPI furniture gambar game gejala gempa geng motor geografi gigi ginjal Girlband Indonesia graver GTNM gunung gurame guru haga haki hamil harga hasil hepatitis hernia hiv Hukum hunian ibu ijin ikan indonesia Info Informasi Information Inggris Inspirational interior Internet Intertainment izin jadwal jakarta janin jantung jati Joke jokowi kamar kamarmandi kampus kantor. karyailmiah keguguran kemenag kemenkes kendala kerja kesanggupan kesenian kesepakatan keterangan kisi kkm klaim Komik Komputer kontrak kop korea lagu lamaran lambung legalisir lemari Lifestyle ligna Linux lirik Lirik Lagu Lowongan Kerja magang mahasiswa makalah Malignant Fibrous Hystiocytoma marketing Matematika mebel medan meja melahirkan menikah merk mesothelioma mesothelioma data mimisan mimpi minimalis Misteri mobil modern modul motivasi motor mp3 mual mulut mutasi Naruto news ngidam nikah nisn noah nodul nomor surat Novel novil Olah Raga Olahraga olympic opini pagar panggilan paper paspor paud pelatihan pembelian pemberitahuan pemerintah penawaran pendidikan pengantar pengertian pengesahan pengetahuan pengumuan pengumuman pengumumna Pengunduran pengurusan penyakit penyebab perjanjian perkembangan Permohonan pernyataan perpanjangan persiapan bisnis Pertanian perumahan perusahaan perut peta phones photo Pidato pilkada pimpinan pindah plpg PLS postcard pringatan Printer Tips profil Profil Boyband properti property proposal prumahan Psikologi-Psikiater (UMUM) Puisi quote Ramalan Shio rekomendasi relaas resensi resignation resmi Resume rpp ruang rumah rupa sakit sambutan Sanitasi (Penyehatan Lingkungan) Satuan Acara Penyuluhan (SAP) second sejarah sekat sekolah Selebritis seni sergur series sertifikat sertifikat tanah sinopsis Sinopsis Film Sistem Endokrin Sistem Immunologi Sistem Indera Sistem Integumen Sistem Kardiovaskuler Sistem Muskuloskeletal Sistem Neurologis Sistem Pencernaan Sistem Perkemihan Sistem Pernafasan sitemap skripsi sm3t smd sni snmptn soal Software sosial springbed starbol stnk sukhoi sumatera surabaya surat suratkuasa Surveilans Penyakit tafsir tahap Tahukah Anda? tanda tas television teraphy Tips Tips dan Tricks Seks Tips Karya Tulis Ilmiah (KTI) Tips Kecantikan Tips Kesehatan Umum toko Tokoh Kesehatan top traditional tsunami tugas ucapan ujian uka un undangan undian universitas unj unm unp upi uu Video virus walisongo wanita warnet